Di Balik Jendela
Di sebuah kota kecil yang tenang, terdapat rumah tua dengan jendela besar menghadap ke jalan. Di balik jendela itu, seorang wanita tua bernama Nenek Melati menghabiskan hari-harinya. Rambutnya sudah memutih, dan tubuhnya ringkih, namun matanya masih tajam mengamati dunia luar.
Setiap pagi, Nenek Melati duduk di kursinya yang nyaman sambil menyesap teh hangat. Dari jendela besar itu, ia bisa melihat segala aktivitas di luar. Anak-anak yang berlari menuju sekolah, burung-burung yang berkicau riang di pohon, dan langit yang perlahan berubah warna seiring berjalannya waktu. Jendela itu adalah jendela dunianya.
Suatu hari, seorang anak laki-laki kecil bernama Raka melewati rumah Nenek Melati. Ia berhenti sejenak dan memperhatikan jendela besar itu. Nenek Melati, yang tidak pernah melewatkan satu pun momen, segera menyadari keberadaan Raka. Mereka saling bertukar pandang, dan senyum kecil muncul di wajah Nenek Melati. Raka, yang merasa penasaran, mendekat ke jendela dan melambaikan tangan.
Nenek Melati membalas lambaian itu. “Halo, Nak. Siapa namamu?” tanyanya dengan suara lembut.
“Raka, Nek. Aku sering lewat sini, tapi baru kali ini aku melihat Nenek di jendela,” jawab Raka.
Nenek Melati tersenyum. “Aku selalu di sini, Nak. Hanya saja mungkin kamu terlalu sibuk bermain hingga tak memperhatikanku.”
Hari-hari berikutnya, Raka sering datang dan duduk di depan jendela itu. Mereka berbicara tentang banyak hal. Tentang sekolah, tentang permainan yang disukai Raka, dan tentang masa kecil Nenek Melati. Raka selalu mendengarkan dengan penuh perhatian, dan Nenek Melati merasa bahagia karena ada yang mau mendengarkan ceritanya.
Suatu sore, Raka membawa sekuntum bunga melati yang ia temukan di jalan. “Ini untuk Nenek. Namanya sama dengan nama Nenek,” kata Raka sambil menyerahkan bunga itu.
Nenek Melati menerimanya dengan mata yang berkilau. “Terima kasih, Raka. Ini adalah hadiah terindah yang pernah kuterima.”
Hari-hari berlalu, dan persahabatan antara Raka dan Nenek Melati semakin erat. Raka selalu memastikan untuk mampir dan mengobrol dengan Nenek Melati setiap kali ia melewati rumah itu. Jendela besar yang dulu hanya menjadi tempat bagi Nenek Melati untuk mengamati dunia, kini menjadi tempat di mana ia menemukan teman sejati.
Namun, pada suatu pagi, Raka tidak melihat Nenek Melati di jendela. Hari itu, ia lewat beberapa kali, tetapi jendela itu tetap kosong. Hati Raka menjadi khawatir. Ia akhirnya memberanikan diri mengetuk pintu rumah tua itu.
Pintu terbuka perlahan, dan seorang wanita yang lebih muda keluar. “Kamu pasti Raka,” katanya dengan suara lembut.
“Di mana Nenek Melati?” tanya Raka dengan cemas.
Wanita itu tersenyum sedih. “Nenek Melati sudah pergi, Nak. Dia sangat senang bisa memiliki teman seperti kamu di hari-hari terakhirnya.”
Raka merasa air matanya mengalir. Meski sedih, ia tahu bahwa Nenek Melati telah memberikan banyak kenangan indah yang akan selalu ia ingat. Di tangan wanita itu, ia melihat bunga melati yang pernah ia berikan kepada Nenek Melati, kini terletak di atas meja kecil di dekat jendela.
Jendela itu kini tetap besar dan menghadap ke jalan, tetapi bagi Raka, jendela itu tidak lagi hanya jendela biasa. Jendela itu adalah tempat di mana ia belajar tentang kehidupan, persahabatan, dan kehilangan. Dan di hatinya, Nenek Melati akan selalu tinggal, bersama kenangan mereka yang tak akan pernah terlupakan.
Comments
Post a Comment